Kisah Kancil dan Buaya di Hutan
Sdn4cirahab.sch.id - Di sebuah hutan yang lebat dan penuh dengan pepohonan tinggi, hiduplah berbagai macam binatang. Di antara mereka, ada seekor kancil yang terkenal dengan kecerdasannya. Kancil ini memiliki tubuh kecil, lincah, dan kulit yang berwarna cokelat kemerahan, membuatnya mudah bergerak di antara semak-semak yang lebat. Kancil selalu penasaran dengan segala sesuatu yang ada di hutan. Setiap hari, dia berkeliling mencari petualangan dan menyelidiki kehidupan alam.
Namun, meskipun kancil terkenal sebagai binatang yang cerdik, dia tidak pernah berhenti berhati-hati. Di hutan itu, ada satu musuh yang selalu membuatnya waspada—seorang buaya besar yang tinggal di sungai yang membelah hutan. Buaya itu terkenal sangat ganas dan pemarah. Setiap kali ada binatang yang mendekat ke sungai, buaya itu akan menunggu dengan sabar di dalam air, siap melahap siapa saja yang ceroboh.
Suatu pagi yang cerah, Kancil sedang berjalan menyusuri hutan. Dengan langkah ringan, dia melewati berbagai macam tumbuhan dan mendekati sungai tempat si buaya biasa bersembunyi. Tiba-tiba, dia mendengar suara gemericik air. Ketika dia menoleh, dia melihat buaya besar yang sedang meluncur perlahan di permukaan sungai, matanya menatap tajam. Buaya itu sudah lama menunggu saat yang tepat untuk menangkap kancil yang tak curiga.
Kancil yang cerdik segera menyadari bahaya itu. Dia tahu, jika dia mencoba melarikan diri, buaya itu akan dengan mudah mengejarnya di air. Namun, kancil juga tahu bahwa dia harus menggunakan akal dan kecerdasannya untuk menghindari bahaya. Dengan tenang, Kancil mendekati buaya dan berkata dengan suara yang tenang namun penuh keyakinan, "Buaya, saya mendengar kabar bahwa kamu adalah binatang yang paling kuat dan paling hebat di hutan ini. Banyak yang bilang kamu bisa memakan apa saja yang datang ke sungai ini, dan tak ada yang bisa mengalahkanmu."
Buaya yang sombong mendengarnya dan merasa bangga. "Tentu saja! Aku adalah penguasa sungai ini. Tak ada binatang yang lebih kuat dariku," jawab buaya dengan penuh keyakinan.
Kancil melanjutkan, "Saya juga mendengar bahwa kamu bisa memakan dua kancil dalam satu waktu, dan bahkan lebih kuat dari serigala atau harimau sekalipun. Tapi, saya rasa kamu belum pernah bertemu dengan kancil yang benar-benar cerdik seperti saya."
Buaya itu semakin tersanjung dengan kata-kata Kancil, "Kamu benar! Aku adalah yang terhebat, dan semua binatang takut padaku. Apa yang bisa kamu lakukan untuk menunjukkan bahwa kamu lebih cerdik dariku?"
Kancil tersenyum kecil dan berkata, "Aku ingin menguji kecerdasanmu. Jika kamu bisa melewati ujianku, aku akan mengakui bahwa kamu memang yang terhebat. Aku ingin mengajakmu berlomba—siapa yang lebih cepat menyeberang sungai ini."
Mendengar tantangan itu, buaya merasa sangat yakin. "Aku akan menang dengan mudah! Aku bisa berenang lebih cepat dari siapapun," jawab buaya sambil tertawa besar.
Kancil melanjutkan, "Baiklah, mari kita mulai lomba. Tapi sebelum kita mulai, kamu harus memberikan aku kesempatan untuk bersembunyi di dalam tubuhmu, supaya aku bisa tahu siapa yang lebih cepat."
Buaya yang sombong itu tidak berpikir panjang. Dia merasa sangat percaya diri dan yakin bahwa Kancil tidak akan bisa melawan kehebatannya. Jadi, dengan tergesa-gesa, buaya membuka mulutnya lebar-lebar, siap untuk menelan Kancil.
Namun, Kancil dengan cepat melompat ke sisi tubuh buaya dan dengan cekatan bersembunyi di bawah perutnya. Buaya yang merasa cemas hanya bisa terdiam, merasa ada yang aneh dengan keadaan ini.
Setelah beberapa saat, Kancil melompat keluar dan berkata, "Lihat, Buaya, saya lebih cepat dari kamu! Kalau kamu ingin membuktikan siapa yang lebih hebat, kita harus bermain lebih adil. Kamu lebih cepat di air, tapi aku lebih cepat di darat."
Si buaya merasa tertipu, dan meskipun dia marah, dia tahu dia telah tertangkap oleh kecerdikan Kancil. Kancil dengan senyum nakal melangkah pergi, meninggalkan buaya yang masih terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Di hutan itu, Kancil sekali lagi membuktikan bahwa kecerdikan dan akal sehat lebih berguna daripada kekuatan fisik semata.
0 Komentar